Minggu, 11 Januari 2015
OBK
OBK
(Orang tua Berkebutuhan Khusus)
Kepala BKKBN, Prof dr H. Fasli Jalal
SpGK, PhD mengungkapkan bahwa di tahun 2013 terdapat kurang lebih 4,2 juta Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) di Indonesia. Namun secara umum, PBB memperkirakan
bahwa paling sedikit ada 10 persen anak usia sekolah yang memiliki kebutuhan
khusus. Ada 5 komponen utama yang terdapat di dalam pendidikan anak usia dini,
yaitu memenuhi kebutuhan gizi, menjaga kesehatan anak dari berbagai ancaman
penyakit, stimulasi pendidikan, pengasuhan di rumah, dan melindungi anak dari
diskriminasi. Dari ke 5 komponen tersebut peran orang tua menempati porsi yang
paling besar, sehingga edukasi terhadap para orang tua yang anak-anaknya
memiliki kebutuhan khusus adalah sangat penting.
Dari ribuan klien (orang tua) yang
mengkonsultasikan masalah anaknya kepada penulis, dapat disimpulkan bahwa
sebesar apapun masalah yang menimpa seorang anak, semuanya tergantung dari
kesadaran dan kesiapan orang tua untuk terlibat secara aktif dalam penanganan
masalah anaknya. Masalah yang dialami akan sangat sulit dan bertambah rumit,
jalan penyelesaian kian sempit manakala orang tua hanya menyandarkan kesalahan
pada anaknya dan mengandalkan pihak ketiga dalam menyelesaikan masalah yang
menimpa.
Orang tua berkebutuhan khusus. Barangkali
istilah ini yang kurang menarik perhatian kita selama ini. Bahkan mungkin belum
pernah diangkat di forum manapun. Berbicara tentang permasalahan anak sudah
barang tentu tidak bisa dilepaskan sama sekali dari pembahasan peran orang tua
di dalamnya. Orang tua Berkebutuhan Khusus (OBK) merupakan sebuah istilah untuk
mendeskripsikan orang tua yang cenderung melupakan peran pentingnya terhadap
perkembangan anak-anaknya. OBK adalah sebutan untuk orang tua yang dalam
mendidik anak-anaknya menggunakan cara-cara ‘tidak wajar’ yang kemudian
melahirkan anak-anak ‘kurang ajar’. Orang tua Berkebutuhan Khusus adalah para
orang tua yang berperan sangat besar dalam memposisikan Anak-anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) semakin termarginalkan, membuat para ABK semakin tak mampu
mengambil perannya dalam kehidupan, menjadikan para ABK hanya bagian dari
‘sampah’ peradaban. Padahal seharusnya ABK juga ditempatkan sejajar dengan
anak-anak lainnya, mengambil peran-peran penting dalam kehidupan meskipun penuh
dengan keterbatasan. Dan yang lebih ironis lagi, bahayanya OBK (Orang tua
Berkebutuhan Khusus) bisa merampas hak anak-anak normal untuk berkreatifitas
dan berkontribusi. Tidak sedikit anak-anak yang mengalami tekanan mental berat
sehingga mereka tidak mampu banyak berbuat. Ternyata, OBK lebih juga perlu
penanganan seruis, bukan hanya ABK !
Terapi
Orang tua Berkebutuhan Khusus
Ada
tiga tipe orang tua, yaitu orang tua nyasar, bayar dan sadar. Orang tua nyasar
adalah orang tua yang tidak mau tahu tentang perkembangan anak-anaknya beserta
permasalahannya, enggan belajar tentang bagaimana menjadi orang tua yang
seharusnya, cenderung ‘melarikan diri’ setiap kali menghadapi masalah yang
terjadi pada anaknya. Orang tua bayar adalah gambaran orang tua yang selalu
merasa cukup menyelesaikan masalah dengan uang atau mengandalkan pihak ke tiga.
Sedangkan orang tua sadar adalah para orang tua yang memahami dan menyadari
bahwa peran sebagai orang tua adalah peran yang sangat mulia, anak-anak adalah
sebagai investasi terbesar untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Orang
tua Berkebutuhan Khusus (OBK) lahir dari para orang tua nyasar dan bayar.
Sehingga perlu dilakukan upaya agar semakin banyak bermunculan orang tua sadar.
Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk menekan populasi orang tua
berkebutuhan khusus. Tiga langkah utama sebagai upaya menyelamatkan diri dari
virus orangtua nyasar dan bayar, yaitu:
1. Terbuka,
jujur menilai diri.
Orang tua nyasar selalu enggan
untuk menilai dan mengevaluasi peran yang selama ini dijalankan, kemudian
mengukur seberapa efektif peran tersebut terhadap perkembangan anak. Ketika
kita sudah memenuhi segala kebutuhan materi anak dan dengan itu kita merasa
sangat cukup tanpa mau melihat kebutuhan lain yang imateriil, maka kita akan
pernah beranjak dari kursi empuk orang tua bayar. Tidak hanya bertanya pada
anak kita, uang jajannya masih ada atau sudah habis, berapa yang harus
ditransfer untuk bayar SPP. Tetapi coba alokasikanlah sedikit waktu untuk
ngobrol dengan mereka meski hanya melalui telepon untuk menanyai kabarnya di
sekolah, ada PR apa yang belum belum dikerjakan, dan lain sebagainya. Kedekatan
hati lebih penting dibangun melebihi pentingnya ketercukupan materi.
2. Menilai
bahwa setiap anak adalah emas.
Setiap anak membawa kelebihan dan
keunikan masing-masing. Memang benar, barangkali anak kita tidak secerdas anak
tetangga pada sebuah bidang. Tetapi anak kita pasti memiliki keunggulan pada
bidang lain yang mungkin kita belum punya waktu untuk mengetahuinya. Sehingga
keterbatasan itu bukan ada pada diri anak kita, tetapi terletak pada
keterbatasan waktu yang kita miliki untuk memahami potensi unggul setiap
anak-anak kita.
3. Terus
belajar.
Sebuah kesadaran dalam diri
seseorang mustahil akan muncul begitu saja tanpa adanya sebuah proses belajar.
Mungkin kondisi kita saat ini betul-betul buruk dan terpuruk, tetapi ketika
semangat untuk belajar dan memperbaiki diri masih kita miliki, jalan ke arah
yang lebih baik akan terbuka lebar. Meskipun saat ini kondisi kita baik-baik
saja, tetapi ketika kita memutuskan untuk berhenti belajar dan mengevaluasi
diri, maka jurang kehancuran siap membinasakan diri kita. Belajar dan
mengevaluasi diri adalah jalan yang harus kita lalui menuju sebuah akhir penuh
kebaikan dan kebahagiaan.
HP. 085249502884
OBK Istilah Baru dalam Dunia Parenting
(Masyhuri Az Zauji)
--Motivator OBK--
OBK, sebuah fenomena yang 'luput' dari perhatian
Dalam sebuah catatan tentang sejarah perkembangan dunia pendidikan, sejak tahun 1770 sudah berdiri sebuah sekolah yang menangani anak-anak dengan kebutuhan khusus yang kita kenal dengan sebutan ABK. Pendidikan inklusi pertama kali didirikan oleh Charles-Micheal d Elpee yang dikhususkan bagi para tuna rungu. Keberadaan anak-anak dengan kebutuhan khusus ini semakin lama semakin mendapat perhatian yang lebih serius dan tempat yang khusus agar peran mereka juga bisa sejajar dengan anak-anak lain.
Sebenarnya ada fenomena yang lebih menarik untuk diperhatikan selain Anak-anak Berkebutuhan Khusus (ABK), yaitu Orangtua Berkebutuhan Khusus (OBK). Sering kali kita temukan kasus-kasus penyimpangan norma kesusilaan yang dilakukan oleh anak dilatar belakangi oleh orangtua yang gagal dalam memahami hak dan kewajibannya selaku orangtua. Bahkan tidak jarang kita lihat anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental padahal dulunya ia anak normal disebabkan orangtua yang 'kebablasan' dalam menerapkan pola pengasuhan.
OBK Lebih 'berbahaya' dari ABK
Seorang pemikir terkenal, Buckminster Fuller mengatakan: "Pada dasarnya setiap anak dilahirkan dengan kecerdasan. Akan tetapi orangtua yang seringkali 'membunuh' potensi kecerdasan anak di 6 tahun pertama." Kehadiran dan peran orangtua memang sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Lemah kuatnya seorang anak di kemudian hari sangat ditentukan oleh kemampuan orangtua dalam mengasuh anak sejak usia dini. Sehingga ketika ditemukan kekurangan dalam diri seorang anak maka itu adalah bukti kekurangan orangtua. Sebaliknya ketika ditemukan keunggulan dalam diri seorang anak maka itulah hasil dari kesungguhan orangtua dalam mengasuh anak-anaknya. Dan sangat sedikit sekali anak-anak hebat yang dengan latar belakang keluarga broken home.
Di tangan orangtualah anak itu akan berkembang menjadi bintang, dan di tangan orangtualah anak itu berkembang menjadi pribadi yang menghawatirkan.
Dua Sisi OBK
OBK bisa diartikan sebagai Orangtua Berkebutuhan Khusus yang perlu berbagai macam treatment agar mampu menjalankan perannya dengan baik sebagai orangtua. Orangtua Berkebutuhan Khusus inilah yang menjadikan anak-anak ABK kehilangan perannya, bahkan anak-anak normal kehilangan berbagai potensi unggulnya.
Akan tetapi OBK juga bisa diartikan sebagai Orangtua Berkemampuan Khusus, yakni para orantua HEBAT yang mampu mengawal anak-anaknya untuk berkontribusi maksimal, menuntun anak-anaknya melangkah menuju pintu gerbang kesuksesan. Orangtua Berkemampuan Khusus inilah yang melahirkan PARA BINTANG dari anak-anak normal bahkan dari anak-anak yang penuh dengan keterbelakangan !
Mari jadikan diri kita sebagai OBK (orangtua Berkemampuan Khusus) dan janganlah kita menjadi OBK (Orangtua Berkebutuhan Khusus)
INGIN TAHU CARA MENJADI ORANGTUA BERKEMAMPUAN KHUSUS ???
UNDANG SAYA KE TEMPAT ANDA !!!
MASYHURI (Motivator OBK)
OBK (Orangtua Berkemampuan Khusus)
(Oleh: Masyhuri Az Zauji)
--Motivator OBK--
Direktur Jarismart Consulting
OBK, barangkali ini istilah yang sangat asing ditelinga kita karena belum pernah kita dengar atau simak dalam pembahasan atau literatur manapun. Mari kita simak bahasan tentang OBK. Semoga kita bisa mengambil manfaat.
ABK dan OBK
Kepala BKKBN, Prof dr H. Fasli Jalal
SpGK, PhD mengungkapkan bahwa di tahun 2013 terdapat kurang lebih 4,2 juta Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) di Indonesia. Namun secara umum, PBB memperkirakan
bahwa paling sedikit ada 10 persen anak usia sekolah yang memiliki kebutuhan
khusus. Ada 5 komponen utama yang terdapat di dalam pendidikan anak usia dini,
yaitu memenuhi kebutuhan gizi, menjaga kesehatan anak dari berbagai ancaman
penyakit, stimulasi pendidikan, pengasuhan di rumah, dan melindungi anak dari
diskriminasi. Dari ke 5 komponen tersebut peran orang tua menempati porsi yang
paling besar, sehingga edukasi terhadap para orang tua yang anak-anaknya
memiliki kebutuhan khusus adalah sangat penting.
Dari ribuan klien (orang tua) yang
mengkonsultasikan masalah anaknya kepada penulis, dapat disimpulkan bahwa
sebesar apapun masalah yang menimpa seorang anak, semuanya tergantung dari
kesadaran dan kesiapan orang tua untuk terlibat secara aktif dalam penanganan
masalah anaknya. Masalah yang dialami akan sangat sulit dan bertambah rumit,
jalan penyelesaian kian sempit manakala orang tua hanya menyandarkan kesalahan
pada anaknya dan mengandalkan pihak ketiga dalam menyelesaikan masalah yang
menimpa.
Orang tua berkebutuhan khusus.
Barangkali istilah ini yang kurang menarik perhatian kita selama ini. Bahkan
mungkin belum pernah diangkat di forum manapun. Berbicara tentang permasalahan
anak sudah barang tentu tidak bisa dilepaskan sama sekali dari pembahasan peran
orang tua di dalamnya. Orang tua Berkebutuhan Khusus (OBK) merupakan sebuah
istilah untuk mendeskripsikan orang tua yang cenderung melupakan peran
pentingnya terhadap perkembangan anak-anaknya. OBK adalah sebutan untuk orang
tua yang dalam mendidik anak-anaknya menggunakan cara-cara ‘tidak wajar’ yang
kemudian melahirkan anak-anak ‘kurang ajar’. Orang tua Berkebutuhan Khusus
adalah para orang tua yang berperan sangat besar dalam memposisikan Anak-anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) semakin termarginalkan, membuat para ABK semakin tak
mampu mengambil perannya dalam kehidupan, menjadikan para ABK hanya bagian dari
‘sampah’ peradaban. Padahal seharusnya ABK juga ditempatkan sejajar dengan
anak-anak lainnya, mengambil peran-peran penting dalam kehidupan meskipun penuh
dengan keterbatasan. Dan yang lebih ironis lagi, bahayanya OBK (Orang tua
Berkebutuhan Khusus) bisa merampas hak anak-anak normal untuk berkreatifitas
dan berkontribusi. Tidak sedikit anak-anak yang mengalami tekanan mental berat
sehingga mereka tidak mampu banyak berbuat. Ternyata, OBK lebih juga perlu
penanganan seruis, bukan hanya ABK !
Terapi
Orang tua Berkebutuhan Khusus
Ada
tiga tipe orang tua, yaitu orang tua nyasar, bayar dan sadar. Orang tua nyasar
adalah orang tua yang tidak mau tahu tentang perkembangan anak-anaknya beserta
permasalahannya, enggan belajar tentang bagaimana menjadi orang tua yang
seharusnya, cenderung ‘melarikan diri’ setiap kali menghadapi masalah yang
terjadi pada anaknya. Orang tua bayar adalah gambaran orang tua yang selalu
merasa cukup menyelesaikan masalah dengan uang atau mengandalkan pihak ke tiga.
Sedangkan orang tua sadar adalah para orang tua yang memahami dan menyadari
bahwa peran sebagai orang tua adalah peran yang sangat mulia, anak-anak adalah
sebagai investasi terbesar untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Orang
tua Berkebutuhan Khusus (OBK) lahir dari para orang tua nyasar dan bayar.
Sehingga perlu dilakukan upaya agar semakin banyak bermunculan orang tua sadar.
Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk menekan populasi orang tua
berkebutuhan khusus. Tiga langkah utama sebagai upaya menyelamatkan diri dari
virus orangtua nyasar dan bayar, yaitu:
1. Terbuka,
jujur menilai diri.
Orang tua nyasar selalu enggan
untuk menilai dan mengevaluasi peran yang selama ini dijalankan, kemudian
mengukur seberapa efektif peran tersebut terhadap perkembangan anak. Ketika
kita sudah memenuhi segala kebutuhan materi anak dan dengan itu kita merasa
sangat cukup tanpa mau melihat kebutuhan lain yang imateriil, maka kita akan
pernah beranjak dari kursi empuk orang tua bayar. Tidak hanya bertanya pada
anak kita, uang jajannya masih ada atau sudah habis, berapa yang harus
ditransfer untuk bayar SPP. Tetapi coba alokasikanlah sedikit waktu untuk
ngobrol dengan mereka meski hanya melalui telepon untuk menanyai kabarnya di
sekolah, ada PR apa yang belum belum dikerjakan, dan lain sebagainya. Kedekatan
hati lebih penting dibangun melebihi pentingnya ketercukupan materi.
2. Menilai
bahwa setiap anak adalah emas.
Setiap anak membawa kelebihan dan
keunikan masing-masing. Memang benar, barangkali anak kita tidak secerdas anak
tetangga pada sebuah bidang. Tetapi anak kita pasti memiliki keunggulan pada
bidang lain yang mungkin kita belum punya waktu untuk mengetahuinya. Sehingga
keterbatasan itu bukan ada pada diri anak kita, tetapi terletak pada
keterbatasan waktu yang kita miliki untuk memahami potensi unggul setiap
anak-anak kita.
3. Terus
belajar.
Sebuah kesadaran dalam diri
seseorang mustahil akan muncul begitu saja tanpa adanya sebuah proses belajar. Mungkin
kondisi kita saat ini betul-betul buruk dan terpuruk, tetapi ketika semangat
untuk belajar dan memperbaiki diri masih kita miliki, jalan ke arah yang lebih
baik akan terbuka lebar. Meskipun saat ini kondisi kita baik-baik saja, tetapi
ketika kita memutuskan untuk berhenti belajar dan mengevaluasi diri, maka
jurang kehancuran siap membinasakan diri kita. Belajar dan mengevaluasi diri
adalah jalan yang harus kita lalui menuju sebuah akhir penuh kebaikan dan
kebahagiaan.
Langganan:
Postingan (Atom)